Irama Ulupungkut Bangkitkan Budaya yang Hilang Puluhan Tahun
OBaswara Times, Ulupungkut – Irama Ulupungkut, penampilan seni dalam rangka pelestarian dan pemajuan kebudayaan Mandailing Julu, yang digagas Yayasan Bina Budaya Mandailing Raptama membangkitkan sejumlah budaya yang hilang puluhan tahun.
Pementasan yang berlangsung di halaman Bagas Godang Alahankae, Kecamatan Ulupungkut, Kabupaten Mandailing Natal (Madina) pada Sabtu, 2 Agustus 2025, kembali memunculkan jeir, Tor Tor Ranggas Namule Ule, irama gordang Mamele Begu, Tor Tor Manggore, dan yang hampir tak pernah dipertunjukkan dalam 60 tahun terakhir.
“Tor Tor Manggore telah hilang lebih dari 60 tahun, sebuah tarian bagiamana seharusnya orang Mandailing menyikapi atau mengambil emas tanpa merusak lingkungan. Jauh dari yang terjadi pada saat ini,” kata Muhammad Bakhsan Parinduri, ketua Yayasan Bina Budaya Mandailing Raptama.
Dia menerangkan, ada sekitar 26 budaya Mandailing, termasuk dalam bentuk tuturan, yang telah hilang. Sebab, tidak ada pelestarian dan transfer ilmu kepada generasi yang lebih muda. Sebagian dari itu, lahir di Ulupungkut. “Ulupungkut salah satu sumber pengetahuan budaya,” sebut dia.
Ivan Iskandar Batubara, tokoh adat bergelar Patuan Perhimpunan Gomgom Mandailing, menegaskan pertunjukan seperti ini bukan sebatas seni budaya, tapi jati diri bangsa Mandailing dan proses pewarisan adat budaya kepada generasi masa kini. “Bagaimana para leluhur mewariskan ini kepada kita, Maka tugas kita juga mewariskan kepada generasi setelah kita,” sebut dia.
Ivan menilai, pelestarian budaya di Mandailing terhambat karena minimnya guru yang bisa mentransfer ilmu, kemampuan, dan pemahaman kepada anak-anak. Untuk itu, dia pun berharap ini menjadi perhatian pemerintah setempat.
Wakil Bupati Madina Atika Azmi Utammi Nasution mengapresiasi pertunjukan yang disajikan Yayasan Bina Budaya Mandailing Raptama. Dia mengatakan, pelestarian adat budaya butuh dukungan pihak swasta seperti komunitas-komunitas yang bergerak di bidang adat budaya.
Dia menegaskan Pemkab Madina tidak abai dengan pelestarian adat budaya karena itu tertuang dalam visi misi pembangunan daerah. Atika menjelaskan, kegiatan seperti ini harus terus digalakkan di tengah kemajuan teknologi dan massifnya media sosial.
“Seringkali teknologi dan media sosial membuat masyarakat lupa dengan jati diri berupa adat budaya. Tanpa budaya, tidak akan ada rasa cinta terhadap tanah kelahiran,” sebut peraih dua rekor MURI ini.
Dia menilai lagu Bona Bulu yang diciptakan Sarama Mandailing, sanggar musik di bawah Yayasan Bina Budaya Mandailing Raptama, bisa dijadikan jingle daerah dan dilantunkan saat menyambut tamu-tamu dari luar daerah sebagai upaya mengenalkan kekayaan budaya kabupaten ini.
Dalam puncak pertunjukan Irama Ulupungkut ini, Yayasan Bina Budaya Mandailing Raptama menggandeng remaja putri dari desa-desa di kecamatan itu sebagai penari. Mereka menampilkan Tor Tor Inanta Soripada, Ranggas Namule Ule, dan Manggore.
Acara ditutup dengan penampilan Sarama Mandailing, band yang menggabungkan alat musik modern dengan musik tradisional Mandailing, menyanyikan tiga lagu berbahasa Mandailing. Salah satunya Bona Bulu. (Roy Dz)