Oplus_131072
Madina

Keterlambatan Pembahasan LPJ Tak Boleh Berulang, RKPD dan Pokir Setara

Baswara Times, Panyabungan – Fraksi Partai Golkar DPRD Kabupaten Mandailing Natal (Madina) mengingatkan agar di masa depan tidak lagi terjadi keterlambatan pembahasan laporan pertanggungjawaban (LPJ) APBD dan menegaskan bahwa RKPD milik eksekutif setara dengan Pokir legislatif.

Hal itu disampaikan Fraksi Partai Beringin dalam Paripurna Nota Penyampaian Pertanggungjawaban APBD 2024 dengan agenda Mendengarkan Pandangan Umum Fraksi-Fraksi di gedung DPRD Madina, Kompleks Perkantoran Payaloting, Panyabungan, pada Jumat, 22 Agustus 2025.

“Pembahasan LPJ pelaksanaan APBD ini adalah pertaruhan moral DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan yang diberikan konstitusi dan wujud pertanggungjawaban terhadap rakyat. Oleh karena itu, terhadap dinamika yang terjadi sehingga sajian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun 2024 seyogianya sudah kita sajikan kepada masyarakat Mandailing Natal adalah sesuatu yang semestinya tidak terjadi berulang di masa yang akan datang,” kata Ketua Fraksi Zubaidah Nasution membacakan pandangan umum fraksi itu.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, pemerintah memberikan dua ruang perencanaan pembangunan, yakni musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) yang kemudian dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan reses yang dihimpun dalam pokok-pokok pikiran (pokir) legislatif. “Namun dalam persoalan yang lain, ada tampungan RKPD yang dianggap sakral seolah hanya satu pihak saja yang dianggap bisa mengisi ruang itu,” jelas dia.

Maka dari itu, Fraksi Partai Golkar menyebutkan RKPD semestinya menampung semua hasil dari ruang reses dan musrenbang secara bersamaan sehingga tergambar kebutuhan fiskal yang nyata. “Dan anggaran yang miliaran rupiah pada saat reses itu tidak binasa begitu saja,” sebut ketua Kesatuan Pergerakan Partai Golkar (KPPG) itu.

Pada sisi lain, Fraksi Partai Golkar juga mengapresiasi Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diraih Pemkab Madina tiga tahun berturut. Namun, mereka mengingatkan hal tersebut bukan jaminan bahwa penggunaan keuangan daerah bebas dari penyalahgunaan dan penyelewengan. “Atas capaian yang telah diraih bersama, Fraksi Partai Golkar menilai masih banyak yang perlu dilakukan agar pengelolaan daerah dilaksanakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” tegas Zubaidah.

Fraksi yang terdiri dari Zubaidah Nasution, Salman, Jeni Saputra, Nasrul Hilmi Nasution, Erwin Efendi Nasution, dan Indah Annisa ini memberikan empat catatan. Pertama, perlu upaya serius menggali sumber pendapatan baru di tengah efisiensi saat ini, mengoptimalkan sumber pendapatan yang ada, dan mendorong peningkatan inovasi program terpadu antar OPD sehingga percepatan dan pengoptimalan dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bisa tercapai maksimal.

Kedua, selain dari kinerja pengelolaan keuangan daerah dalam memenuhi standar akuntansi pemerintah, yang terwujud dalam WTP, perlu sebuah sistem pengendalian internal yang kuat dan terukur. “Untuk itu, diperlukan sebuah metode tertuang dan mengikat semua pihak sehingga dapat dijadikan evaluasi dari sebuah sistem dan metode yang akan diterapkan di masa selanjutnya,” lanjut Zubaidah.

Ketiga, ketahanan pangan adalah salah satu agenda prioritas pemerintah pusat saat ini. Indonesia yang tangguh, mandiri, dan sejahtera hanya dapat dicapai jika Indonesia mampu berdaulat pangan, energi, dan ekonomi. Fraksi Partai Golkar percaya bahwa pemerintah daerah hari ini akan mendorong Madina menjadi kabupaten berdaulat pangan.

“Dapat kami sampaikan bahwa di Kecamatan Ranto Baek, di areal persawahan Desa Manisak, Desa Hutabaringin, dan Desa Simpang Talap sekitar lebih 80 hektare areal persawahan membutuhkan perhatian serius pemerintah dalam membangun irigasi dan pengairannya, yang selama ini keberadaannya luput dari perhatian pemerintah,” sebut Zubaidah.

Keempat, mendesak pemerintah daerah berperan aktif mempercepat terwujudnya pembentukan wilayah pertambangan rakyat (WPR). Dengan demikian pemerintah hadir untuk memastikan kekayaan alamnya dapat dinikmati oleh masyarakatnya tanpa diliputi ketakutan.

“Di samping memberikan kepastian hukum bagi masyarakat penambang juga akan mengurangi dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya dan daerah juga akan mendapat penerimaan daerah melalui pajak dan retribusi,” pungkas legislator dua periode ini. (Roy Dz)