SIKAP Minta MK Kecualikan Jurnalis dan Akademisi dari Larangan Ungkap Data Pribadi
Baswara Times, Jakarta – Koalisi masyarakat sipil Kebebasan Informasi dan Data Pribadi (SIKAP) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan pengecualian kepada jurnalis dan akademisi serta pelaku senin dalam larangan pengungkapan data pribadi yang diatur dalam Pasal 65 ayat (2) dan Pasal ayat (2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP).
Koalisi ini terdiri dari LBH Pers, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), AJI Indonesia, SAFEnet, akademisi, serta pegiat seni. Mereka menilai norma kedua pasal yang dipersoalkan terlalu luas sehingga bisa menjerat siapa pun, termasuk jurnalis, akademisi, dan seniman.
“Itu sangat luas cakupannya, jadi siapa pun, bahkan tidak perlu menunggu ada dampak. Saat saya, misalnya, mengungkap data pribadi nama atau foto orang yang teridentifikasi sama orang tanpa menunggu dampak, tidak melihat niat orang itu apa, itu bisa (dipidana),” kata Direktur LBH Pers Mustafa pada Rabu, 30 Juli 2025.
Dia menilai norma pasal tersebut bersifat karet. Sebab, pemilik data bisa langsung melapor ke pihak berwajib ketika merasa terganggu karena data pribadinya diungkap. Meskipun itu bertujuan untuk kerja-kerja jurnalistik, seni, dan penelitian.
“Ini sangat karet. Ketika, misalnya, jurnalis menyebarkan data atau nama pejabat publik yang kemudian dia tidak senang karena mungkin itu adalah kritik dugaan tindak pidana korupsi, misalnya, itu bisa dilaporkan,” sebut Mustafa.
Koordinator Advokasi LBH Pers Gema Gita Persada mengatakan Undang-Undang PDP membedakan data pribadi menjadi data umum dan spesifik. Data pribadi spesifik mencakup data catatan kejahatan dan keuangan pribadi.
Namun, tidak ada pasal dalam undang-undang dimaksud yang mengatur bahwa data pribadi milik pejabat negara merupakan informasi publik. Oleh sebab itu, setiap data pribadi milik pejabat, baik umum dan spesifik, harus dijaga dan dilindungi.
Atas dasar itu, koalisi masyarakat sipil mendalilkan Pasal 65 ayat (2) dan Pasal 67 ayat (2) Undang-Undang PDP dapat melanggar hak konstitusional warga negara, khususnya dalam hal ini jurnalis, akademisi, dan pelaku seni.
Mengutip Antara, SIKAP dalam petitum meminta agar norma pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat jika tidak dikecualikan untuk tujuan jurnalistik, kesenian, kesusastraan, dan akademisi.
Adapun isi pasal Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang PDP adalah “Setiap Orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya”, sementara Pasal 67 ayat (2) mengatur ketentuan pidananya.
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar Pasal 65 ayat (2) diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4 miliar. (Roy Dz)