Oplus_131072
Madina

Sineas Muda Madina Angkat Teror “Pangarasa” ke Layar Lebar, Tayang Akhir Agustus

Baswara Times, Panyabungan – Sineas muda Mandailing Natal (Madina) Reza Ryan Saputra Syukri mengangkat teror “Pangarasa” ke layar lebar. Film bergenre horor itu akan tayang perdana pada Minggu, 31 Agustus 2025, di Ballroom Ladangsari, Panyabungan, dengan tujuh sesi pemutaran.

Ini pun menjadi karya perdana Melati Madina, komunitas tempat Ryan bernaung, yang ditayangkan secara publik dan komersil. Mahasiswa ISI Padang Panjang itu berkolaborasi dengan Joko Tri S, rekan satu kampusnya di Sumatera Barat. Antusiasme masyarakat pun luar biasa. Dalam delapan jam, 1.050 tiket yang disediakan ludes terjual.

Pangarasa semacam legenda tradisional yang muncul di tengah-tengah masyarakat Mandailing. Pangarasa julukan yang disematkan pada seseorang, umumnya perempuan, yang menerima “ilmu terkutuk” dari leluhurnya berupa kemampuan meracik racun mematikan yang akan diberikan kepada siapa saja yang dia kehendaki. Disebut “ilmu terkutuk” karena sang pemilik harus mencari korban pada rentang waktu tertentu atau dia sendiri yang akan memakan racun itu. Pangarasa juga harus menurunkan ilmu tersebut kepada keturunannya.

Silaahuddin, ketua panitia nonton bareng Pangarasa mengaku mereka sengaja mengangkat tema ini untuk digarap di tengah maraknya film horor menghiasi layar lebar di Indonesia. Dia juga mengungkapkan, film ini dipengaruhi munculnya karya sinema seperti Badarawuhi di Desa Penari dan Santet Segoro Pitu. “Melihat fenomena pangarasa yang kini kembali muncul dan juga maraknya film horor di perfilman Indonesia, maka kami refleks teringat dengan pangarasa,” kata dia pada Kamis, 21 Agustus 2025.

Dia menjelaskan, film ini menceritakan seorang gadis bernama Taing yang harus pulang dari perantauan karena mendengar ayahnya sakit keras. Penyakit yang tak diketahuinya penyebabnya itu juga meneror warga desa lain. “Film ini dibuat untuk mengingatkan penonton agar terus berhati-hati terhadap pangarasa sehingga mampu menjaga diri untuk tidak makan sembarangan,” sebut Silaahuddin.

 

Pria yang turut menjadi kru pembuatan film ini menerangkan, film Pangarasa punya pesan moral yang dalam, yakni pentingnya menjaga perasaan orang lain dan bahaya sakit hati maupun iri. “Karena itu, kami harap film ini mampu menyadarkan penonton agar tidak menyakiti perasaan orang lain sehingga tidak menimbulkan masalah,” ujar dia.

Terkait pemilihan judul, Sila menerangkan ada dua aspek penting. Pertama, perkembangan zaman yang membuat masyarakat lupa dengan pangarasa. Padahal eksistensinya terjaga dan masih sering terdengar ada orang yang menjadi korban. “Film ini bukan bertujuan untuk melestarikan pangarasa, tapi imbauan agar kita tetap berhati-hati. Walaupun pangarasa sudah jarang didengar, itu tidak menjamin fenomena itu sudah hilang,” tegas dia.

Kedua, pemilihan judul berdasarkan survei yang menunjukkan rasa penasaran masyarakat dan pro kontra terkait kata pangarasa itu sendiri. “Kami tidak mengatakan pangarasa adalah budaya, latar belakang film ini yang membawakan budaya-budaya Mandailing, seperti gordang sambilan yang dijadikan penangkal, dan tradisi lainnya,” ungkap Sila.

Lebih lanjut, dia mengutarakan keterlibatan Pemkab Madina dalam memberikan dukungan. Wakil Bupati Atika Azmi Utammi Nasution juga muncul di salah satu adegan. Atas hal itu, mereka dari Melati Madina berterima kasih.

Terkait tiket yang terjual habis dalam delapan jam dari target awal 10 hari, meskipun senang Sila mengaku hal tersebut di luar prediksi mereka. “Ini di luar prediksi kami. Film yang baru saja kami buat berjudul Pangarasa itu mendapat antusias dari masyarakat. Tanggal 31 ini akan kami tayangkan,” pungkas dia. (Roy Dz)